Kenali Gangguan Hati Melalui Warna Urin

Kenali Gangguan Hati Melalui Warna Urin

Pengobatan Ust. Galih Gumelar - Salah satu organ vital dalam tubuh manusia adalah hati (liver). Dalam organ itu, terjadi proses-proses penting, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh.

Jika terdapat kerusakan pada hati, otomatis akan mengganggu fungsi tubuh seseorang. Salah satu kerusakan pada hati yang dikenal adalah kolestasis.

Kolestasis terjadi akibat kegagalan hati memproduksi dan pengeluaran empedu. Seseorang yang menderita kolestasis mengalami kesulitan dalam penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus. Selain itu kolestasis juga menyebakan adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati.

Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari. Meskipun empedu tidak mengalir, tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin, yaitu komponen empedu yang berwarna jingga. Bilirubin kemudian diendapkan di kulit dan dibuang ke air kemih, kejadian it menyebabkan sakit kuning (jaundice).

Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, gangguan yang berasal dari hati, seperti hepatitis, penyakit hati alkoholik, akibat obat-obatan dan perubahan hormon selama kehamilan.

Kemudian, gangguan berasal dari luar hati, seperti batu di saluran empedu, penyempitan saluran empedu, kanker saluran empedu, kanker pankreas dan peradangan penkreas.

Gejala gangguan hati dapat dilihat dari bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih yang menyebabkan warna air kemih lebih gelap. Selain itu, perubahan dapat dilihat dari warna tinja.

Akibat adanya ganguan aliran empedu sehingga bilirubin tidak mengalir ke usus dan menyebabkan tinja tampak pucat. Tinja juga bisa mengandung banyak terlalu banyak lemak, karena di dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu proses pencernaan lemak dalam makanan.

Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D. Jika kolestasis menetap, kekurangan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang sehingga penderita kolestasis merasakan nyeri di tulang hingga bisa menyebabkan patah tulang.

Selain itu, terjadi juga gangguan penyerapan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami pendarahan.

Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa sakit perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.

Penggobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam usus. perbaikan aliran empedu secara medis dapat dengan pemberian pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic acid (UDCA).

Penyumbatan di luar hati biasanya dapat diobati dengan pembedahan. Sementara itu, jika penyumbatan terjadi di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, tergantung dari penyebabnya.

Jika penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat dihentikan dan jika penyebabnya adalah hepatitis, Biasanya kolestasis dan sakit kuning akan menghilang sejalan dengan membaiknya penyakit.

Kolestasis Pada Bayi (www.pediatrik.com)

Kolestasis Pada Bayi

Sjamsul Arief, Boerhan Hidajat, Bagus Setyoboedi

BATASAN

Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin total.

PATOFISIOLOGI

Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan metabolik, genetik, autoimun, dan gangguan embrional. Secara klinis maupun laboratoris sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan ekstra hepatal, sehingga diperlukan langkah diagnostik yang kompleks.

GEJALA KLINIS

Kuning

Gatal-gatal di kulit

Urin berwarna gelap

Tinja pucat seperti dempul

Pembesaran perut

DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Riwayat kehamilan dan kelahiran: infeksi ibu pada saat hamil atau melahirkan, berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin (kolestasis intrahepatik umumnya berat lahirnya <>

Riwayat keluarga : riwayat kuning, tumor hati, hepatitis B, hepatitis C, hemokro-matosis, perkawinan antar keluarga. Resiko hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll) paparan terhadap toksin/obat-obat.

B. Pemeriksaan fisik

1. Pertumbuhan (berat badan, lingkar kepala)

2. Kulit : ikterus, spider angiomata, eritema palmaris, edema

3. Abdomen :

a. Liver : pembesaran/ukuran, konsistensi, permukaan.

b. Splenomegali.

c. Vena kolateral, asites.

4. Mata : ikterik

  1. Lain-lain : jari tabuh, asteriksis, foetor hepaticus
C. Pemeriksaan penunjang

1. Gambaran darah tepi

2. Biokimia darah

Serum bilirubin direk dan indirek

ALT (SGPT), AST (SGOT)

Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT)

Masa protrombin

Albumin, globulin

Kolesterol, trigliserida

Gula darah puasa

Ureum, kreatinin

Asam empedu

3. Urin : rutin (leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan kultur urin

4. DAT (aspirasi cairan duodenum)

5. Pemeriksaan etiologi : TORCH (toksoplasma, rubella, CMV, herpes simpleks), hepatitis virus B, C, skrining sederhana penyakit metabolik (gula darah, trigliserida).

6. Pencitraan :

USG dua fase (puasa 4-6 jam dan sesudah minum)

CT scan, MRI

Skintigrafi

7. Kolangiografi intraoperatif untuk kasus kolestasis ekstrahepatik

8. Biopsi hati

Gambaran laboratoris kolestasis intrahepatis dan ekstrahepatis secara kasar

Intrahepatis

Ekstrahepatis

ALT/AST

+++

+

GGT

+

++++

Bilirubin serum

+++

++

DIAGNOSIS BANDING

Anatomi : atresia bilier, kista koledokal, hipoplasia bilier

Infeksi : toksoplasma, rubella, sitomegalovirus, simplek herpes, sipilis

Metabolik : galaktosemi, tirosinemi

Endokrin : hipotiroit, hipokortisol

Genetik : sindrom Alagille, PFIC

Lain-lain : infeksi bakteri

TERAPI

A. Terapi operasi untuk kolestasis ekstrahepatik

B. Terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang diketahui penyebabnya

C. Terapi suportif

1. Asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis

2. Kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan mengandung lemak rantai sedang (Medium chain trigliseride-MCT), misalnya panenteral, progrestimil

3. Vitamin yang larut dalam lemak

- A : 5000-25.000 IU

- D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari

- E : 25-200 IU/kk/hari

- K1 : 2,5-5 mg : 2-7 x/ minggu

4. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe

5. Terapi komplikasi lain: misalnya hiperlipidemia/xantelasma: Obat HMG-coA reductase inhibitor contohnya kolestipol, simvastatin

6. Pruritus :

- Atihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hati, hidroksisin 2-5 mg/kg/hati

- Rifampisin : 10 mg/kg/hari

- Kolestiramin : 0,25-0,5g/kg/hari

PEMANTAUAN

A. Terapi

Dilihat progresifitas kondisi klinis seperti ikterus (berkurang, tetap, semakin kuning), besarnya hati, limpa, asites, vena kolateral. Kadar bilirubin direk dan indirek, ALT, AST, GGT, albumin, tes koagulasi dan pencitraan.

B. Tumbuh Kembang

Pertumbuhan pasien dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan perlambatan sejak awal. Pada pasien dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya bertumbuh dengan baik pada awalnya tetapi kemudian akan mengalami gangguan pertumbuhan sesuai dengan perkembangan penyakit. Pasien dengan kolestasis perlu dipantau pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan bayi/anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Balisteri WF. Cholestasis. In: Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson Text Book of Pediatrics, 17th ed. Philadelphi : WB Saunders, 2004; 1203-7.

2. Emerick KM, Whitington PF. Molecular Basis of Neonatal Cholestasis. Pediatrics Clinics of North America 2002; 49 (1) : 1-3.

3. Haefelin DN, Griffiths P, Rizetto M. Systemic Virosis Producing Hepatitis. In: Bircher J, et al, eds. Oxford textbook of clinical hepatology, 2nd ed. Oxford: Oxford University Press, 1999; 955-63.

4. Rosenthal P. Neonatal Hepatitis and Congenital Infections. In: Suchy FJ, ed. Liver disease in children, 1st ed. St. Louis : Mosby year book, 1994; 414-24.



Bagan Tata Laksana Kolestasis pada Bayi

Kolestasis Pada Bayi (KapanLagi.com)

Selasa, 10 November 2009 07:51
KapanLagi.com - Para orang tua wajib mewaspadai kondisi bayinya jika warna tubuhnya menguning selama jangka waktu lebih dari tiga minggu. Dokter Hepatologi Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo (RSUD Dr.Soetomo) Surabaya, dr.Bagus Setyoboedi, mengatakan, "Jika tubuh bayi menguning lebih dari tiga minggu, maka hal ini merupakan gejala awal terjadinya kolestasis atau penyumbatan pada saluran empedu."

Gejala tersebut biasanya diikuti oleh kotoran berwarna putih dan pucat. "Jika hal tersebut terus berlanjut, maka akan menyebabkan kerusakan pada livernya," katanya. Sementara untuk penyebab terjadinya kolestasis itu sendiri bisa dikarenakan kelainan bawaan, infeksi dalam kandungan, kelainan metabolik, dan kista di saluran empedu. Selain itu, kolestasis juga bisa dikarenakan infeksi akibat virus Torch (tokso plasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes). "Virus tersebut tidak berpengaruh terhadap ibu bayi, tetapi langsung berdampak pada janinnya," tambahnya.

Bisa jadi karena ketidaktahuan para ibu, diikuti jarangnya melakukan screening torch secara rutin, maka penyakit tersebut tidak terdeteksi pada si janin. Kolestasis baru diketahui setelah bayi dilahirkan ditandai dengan tubuh yang menguning secara permanen. "Bayi yang terkena kolestasis jarang dibawa oleh orang tuanya ke dokter. Biasanya baru dibawa ke dokter dalam stadium lanjut. Jika sudah sampai tahap stadium lanjut, kami tidak mampu lagi menolong karena terhambat transplantasi." ujarnya tegas.

dr.Bagus mengakui bahwa untuk saat ini tim medis di Indonesia belum mampu melakukan proses transplantasi liver. "Proses transplantasi pernah dilakukan selama dua kali dalam sejarah permedisan di Indonesia. Itu pun mendatangkan tim medis dari luar negeri," katanya. Akibat terkendalanya transplantasi, jumlah bayi yang meninggal karena tidak tertolong mencapai 30% dari persentase yang hidup. Selain itu, kurangnya kasih sayang orang tua juga menjadi salah satu penyebab meninggalnya bayi. "Banyak orang tua menyerah pada saat bayinya didiagnosis terkena kolestasis," katanya. (ant/meg)

artikel lainnya:
http://sembiring-jo.blogspot.com/2009/09/bab-i-pendahuluan-latar-belakang.html

Lapis Aspal Beton (laston)

Lapis Aspal beton adalah beton aspal yang  bergradasi menerus, lapis aspal beton (laston) juga sering disebutl dengan AC (Asphal Concrete), ...